Selasa, 15 Januari 2008

Saya Terbakar “bete” Sendirian

Seperti merajuk pada emaknya yang baru gajian, lele- teman saya ngebego-, menunjuk-nunjuk jajanan yang di gantung di sebuah toko di kampung baru. Senyumnya terlihat berbeda, menarik daging- daging pipinya ke atas sehingga matanya yang sok oriental itu sekonyong- konyong membentuk selarik garis kehitaman yang tampak berkedip- kedip genit. “Dasar kutil”, gumam saya sembari mengikuti senyum pahlawan di uang gocengan yang saya sodorkan padanya. Setengah ngidam, seperempat laper mata, seperempatnya lagi laper beneran. Tidak banyak yang kami beli, Cuma cemilan dan segelas mountea dingin favorit saya. Kiranya cukup sebagai pengantar kami pulang kuliah. Rencananya kami akan naik bis panjang sore ini. Dan ini kali kedua kami naik bis bersama lagi karena beberapa hari sebelumnya kami disibukan dengan intropeksi diri masing- masing, :)


Saya tidaklah cekatan, tapi setidaknya saya masih punya tiga untung. Untung masih ada bangku kosong. Untung para lelaki yang berdiri masih betah untuk terus berada di posisi awal. Dan untung mbak di samping lele turun tidak jauh dari tempat kami naik. TARAAM. Kami pun bisa duduk sepasang. Meneruskan cerita lele akan sambelnya dan saya dengan durennya . Selanjutnya kami turun di kali balok, By Pass Sukarno-Hatta. Meneruskan petualangan menuju rumah masing- masing yang akan kami ceritakan kembali besok pagi. Entah bosan atau tidak, kami selalu begitu. Tapi untuk menunggu sendirian selama hampir 2jam sepertinya saya tak ragu untuk berteriak BOSAN, BT!!!!. Rupanya untung saya memang benar- benar habis terpakai di bis tadi. Sekarang sudah adzan maghrib, dan saya tidak menyimpan satu pun untung di kantong saya. Yang saya punya hanya keyakinan bahwa saya pasti pulang. Selanjutnya, menit- menit menuju pukul 18.30 hanya saya isi dengan memaksa diri memahami percakapan ibu dan anak di samping saya. Sebagai wong jowo aseli, cukup mblinger rupanya mendengar mereka selalu mengucapkan kumaha2, iye2 dan kawan- kawannya. Yang saya mengerti cuma secimit. Kurang lebih begini maksudnya..

“coba neng, kamu telpon lagi si Darma.”
“Sudah, tapi nggak diangkat dari tadi..”

PAS, selebihnya saya tidak tahu. Bosan duduk di kursi kayu, saya memilih masuk di salah satu counter yang masih buka. Kebetulan (sepertinya bukan untung) mas yang jaga counter enak di ajak ngobrol. Jadi sambil menunggu pulsa masuk, saya bisa melemaskan punggung saya sebentar.LUMAYAN

Entah kapan perginya, ibu-anak dan angkot tanjung bintang yang tadi kosong sudah lenyap. Menyesal telah buru- buru kembali ke pangkalan angkot rupanya sempat menyelinap.
Sedikit males untuk kembali ke counter tadi maka saya memilih duduk sendiri. Seperti musafir terdampar di pulau baru, saya selalu memutar biji mata mengikuti laju tiap motor Suzuki smash biru yang lewat di depan saya. Takut- takut saudara saya yang akan menjemput tidak tahu “di sini” masih ada orang.

Saya semakin kelabakan. Seorang bapak berumur 40 tahunan mendekati pelan tapi pasti. Saya lihat kiri kanan. Cuma saya, bapak itu, mas penjaga counter, dan mas penjaga bakso. Hanya itu orang- orang yang mungkin bakal mendengar jika saya berteriak. Sedangkan lima orang yang berkumpul di warung rokok seberang tengah melongok kompak ke hadapan televisi yang menggelegar seperti orkes keliling. Saya terus mencoba mensugesti diri dengan hal- hal yang positive. Mencoba mengingat hal- hal yang dilakukan jerry bila Tom sudah mulai lapar. Lucu. Tidak hanya jerry yang lucu. Bapak itu juga lucu. Setelah mewawancarai saya dengan pertanyaan retorik, sang bapak pergi tiba- tiba tanpa pesan. Menggeber motornya kuat2 sehingga saya jadi lebih mirip orang jualan sate, ANEH.

Akhirnya Sunday morningnya maroon five yang saya nantikan terdengar juga. Dengan sumringah, message singkat itu saya baca.

“Tunggu sebntr lagi. Msh t4 tmen”
DUBRAKK.Langsung saya replay..
“cepetan. kalibalok udh sepi.
“ya”

Singkat tapi cukup menjelaskan diamnya saya selama 30 menit perjalanan. Ketika motor melaju di depan pabrik Bratasena yang wangi terasi saya hanya merasa gerah. Terbakar bete sendirian.:)










3 komentar:

Anonim mengatakan...

Ass nona lam knal dari sang pencinata....

Qnun mengatakan...

Dewi tulisannya bagus lho....!!!

Qnun mengatakan...

Ditunggu lho postingan2 selanjutnya...