24 september 2008,
Aku memanggilnya ucok. Dia laki- laki. Tapi bukan anak orang batak. Sama seperti aku, ada keturunan jawa mengental di darahnya. Tapi aku tidak memanggilnya Mas Ucok seperti Mas Untung -anak pakde ku- walopun aku lebih muda setahun darinya. Aku memanggilnya Ucok.
Malam menuju 25 september..
21:30
Motorola-ku bergetar. Bunyinya seperti tawon. Entah dari siapa. Jantungku juga bergetar. Tapi tidak mirip tawon. Aku takut. Takut itu telepon penting. Tapi takut wong usil juga. Jadi aku biarin. Sampe akhirnya aku angkat juga. Getarnya berhenti, tapi tidak jantungku.
Sunyi. Tapi sebentar saja. Kemudian ada suara salam terdengar.
Suaranya berat. Tapi aku hafal. Aku kenal. Ucok rupanya.
Ucok bukan tetanggaku. Rumahnya jauh. Dia bukan teman kecilku. Aku kenal dia ketika umurku sudah 20 tahun. Dia bukan teman kuliahku. Kami hanya satu kampus. Dia temannya temanku. Tapi sekarang temanku juga.
Ucok baik padaku. Sangat baik malah. Jadi aku juga mau baik padanya. Tapi aku tak bisa sangat baik. Yang ada aku malah suka. Hehehe. Aku terkekeh. Mana boleh. Tapi ghimana wong aku suka. Jadi aku bilang suka. Hahaha. Dia terbahak. Mungkin aku lucu. Aku suka Ucok, itu lucu. Jadi aku juga Pingin ketawa juga. Tapi aku lebih suka malu.
Dua jam itu berarti tujuh ribu dua ratus detik. Selama itu Ucok ngalor ngidul gak jelas ditelpon tadi. Kasihan. Walopun mata ini tak langsung melihat. Tapi seperti halnya mata hati, aku juga percaya ada mata telinga. Tepat di detik ke 7195, ucok pamit shalat. Malam itu jam setengah 12 malam. Sama seperti telponnya yang dulu- dulu. Aku tau. Ucok capek. Kewajibannya menghibur teman sudah cukup untuk malam ini. Jadi aku lebih suka mengizinkannya tidur duluan.
Klik…
Panggilan berakhir. Seperti disedot oleh mesin waktu, sekejap suara beratnya pulang. Senyap. Aku sendirian. Aku pingin nangis . Tapi aku perempuan. Jadi aku tertawa saja. Kasihan Ucok. Dia terlalu kasihan padaku. Sampai- sampai dia tak sadar, aku juga kasihan padanya.
“ Ucok temanku. Aku, temanmu yang kau kasihani ini, cermin berkabut tebal. Gunakanlah tanganmu, bukan nafasmu untuk menjernihkannya. Sampai yang tegas itu tegas, yang lemah itu jadi kuat. yang sudah kuat janganlah dilemahkan. Yang sudah tegas janganlah dikaburkan.
Tapi terima kasih,Ucok masih temanku. Kemarin. Hari ini. Sampai esok nanti, mungkin.
kamar mencid, 0843
Kamis, 25 September 2008
Baiknya kau istirahat teman…..
Gw gak pacaran ma dia. Demi Allah. Gw Cuma teman.
Gw tau dia suka siapa. Dia tau siapa yang gw suka.
Kalopun kami sering berangkat-pulang kuliah bareng plus kemana- mana berdua. Itu karena kami memang gak pacaran. Kami sama- sama lagi gak punya pacar. Dia baru putus setahun kemaren. Dan gw, baru putus delapan tahun kemaren. Jadi wajar kami jalan berdua. Bukan Berempat.hehehe
Namanya perempuan. Gw kenal dia awal semester kuliah. Kami teman satu angkatan. Tapi gw lupa karena apa gw bisa deket ma dia. Yang gw inget, udah tiga taon gw deket ma dia.
Gw ma dia sebetulnya kontras. Gw lembek, perempuan keras. Gw aleman, perempuan kayak lanang. Hehehe. Tapi gak tau lah. Kami dekat. Itu aja.
Kami normal. Makanya kami juga nggak selalu akur. Sering marahan juga. Se-dieman. Dia paling betah nggak teguran. Dan gw suka kepikiran kalo gak akur ma temen.
sore, perempuan curhat ma gw. Bukan tentang gebetannya yang kayak ninja suka ngilang itu. Bukan juga tentang calon keponakannya yang mau lahir februari nanti. Apalagi tentang resep baru hasil eksperimennya di dapur. Tapi tentang gw. Salah satu temen ceweknya diantara temen2 deketnya yang kebanyakan cowok semua.
Perempuan bilang dia kecewa sama gw. Huruf sms nya gede semua. Gw tau perempuan gak lagi ngelawak. Karena smsnya emang gak lucu. Tapi serem. Walopun dia tau gw pelupa, tapi dia nyuruh gw buat ngingetin dia bahwa ini terakhir kalinya dia ngajak gw. Sms nya gak gw hapus. Gw takut lupa.
Pagi, perempuan sms gw. Gw ke rumah dia. Kita berangkat kuliah bareng lagi. Duduk sebangku lagi. Pulang kuliah sama2 lagi. Tapi gw ngerasa tawar banget, bu. Kayak tahu. Yang warnanya putih pucet kayak susu basi.
……………………….
Perempuan, baiknya kau memang istirahat. Koreng mu belum kering bener. Takut nanti kebuka lagi jahitannya. Tambah ngelebar. Bisa- bisa malah di amputasi. Yakin. Gw bisa. Gw bakal belajar buat berdiri dengan kaki gw sendiri. Kayak lu perempuan. Kayak perempuan2 lain di angkatan kita juga.
Perempuan, baiknya kau memang istirahat. Capek mu sudah klimaks. Butuh waktu sampai titik itu kembali pulang ke nol. Dan enam hari belumlah cukup untuk menguapkan kepenatan tiga tahun mu. Istirahatlah perempuan………..
2509: 0903, kamar mencid
Gw tau dia suka siapa. Dia tau siapa yang gw suka.
Kalopun kami sering berangkat-pulang kuliah bareng plus kemana- mana berdua. Itu karena kami memang gak pacaran. Kami sama- sama lagi gak punya pacar. Dia baru putus setahun kemaren. Dan gw, baru putus delapan tahun kemaren. Jadi wajar kami jalan berdua. Bukan Berempat.hehehe
Namanya perempuan. Gw kenal dia awal semester kuliah. Kami teman satu angkatan. Tapi gw lupa karena apa gw bisa deket ma dia. Yang gw inget, udah tiga taon gw deket ma dia.
Gw ma dia sebetulnya kontras. Gw lembek, perempuan keras. Gw aleman, perempuan kayak lanang. Hehehe. Tapi gak tau lah. Kami dekat. Itu aja.
Kami normal. Makanya kami juga nggak selalu akur. Sering marahan juga. Se-dieman. Dia paling betah nggak teguran. Dan gw suka kepikiran kalo gak akur ma temen.
sore, perempuan curhat ma gw. Bukan tentang gebetannya yang kayak ninja suka ngilang itu. Bukan juga tentang calon keponakannya yang mau lahir februari nanti. Apalagi tentang resep baru hasil eksperimennya di dapur. Tapi tentang gw. Salah satu temen ceweknya diantara temen2 deketnya yang kebanyakan cowok semua.
Perempuan bilang dia kecewa sama gw. Huruf sms nya gede semua. Gw tau perempuan gak lagi ngelawak. Karena smsnya emang gak lucu. Tapi serem. Walopun dia tau gw pelupa, tapi dia nyuruh gw buat ngingetin dia bahwa ini terakhir kalinya dia ngajak gw. Sms nya gak gw hapus. Gw takut lupa.
Pagi, perempuan sms gw. Gw ke rumah dia. Kita berangkat kuliah bareng lagi. Duduk sebangku lagi. Pulang kuliah sama2 lagi. Tapi gw ngerasa tawar banget, bu. Kayak tahu. Yang warnanya putih pucet kayak susu basi.
……………………….
Perempuan, baiknya kau memang istirahat. Koreng mu belum kering bener. Takut nanti kebuka lagi jahitannya. Tambah ngelebar. Bisa- bisa malah di amputasi. Yakin. Gw bisa. Gw bakal belajar buat berdiri dengan kaki gw sendiri. Kayak lu perempuan. Kayak perempuan2 lain di angkatan kita juga.
Perempuan, baiknya kau memang istirahat. Capek mu sudah klimaks. Butuh waktu sampai titik itu kembali pulang ke nol. Dan enam hari belumlah cukup untuk menguapkan kepenatan tiga tahun mu. Istirahatlah perempuan………..
2509: 0903, kamar mencid
Selasa, 15 Januari 2008
Saya Terbakar “bete” Sendirian
Seperti merajuk pada emaknya yang baru gajian, lele- teman saya ngebego-, menunjuk-nunjuk jajanan yang di gantung di sebuah toko di kampung baru. Senyumnya terlihat berbeda, menarik daging- daging pipinya ke atas sehingga matanya yang sok oriental itu sekonyong- konyong membentuk selarik garis kehitaman yang tampak berkedip- kedip genit. “Dasar kutil”, gumam saya sembari mengikuti senyum pahlawan di uang gocengan yang saya sodorkan padanya. Setengah ngidam, seperempat laper mata, seperempatnya lagi laper beneran. Tidak banyak yang kami beli, Cuma cemilan dan segelas mountea dingin favorit saya. Kiranya cukup sebagai pengantar kami pulang kuliah. Rencananya kami akan naik bis panjang sore ini. Dan ini kali kedua kami naik bis bersama lagi karena beberapa hari sebelumnya kami disibukan dengan intropeksi diri masing- masing, :)
Saya tidaklah cekatan, tapi setidaknya saya masih punya tiga untung. Untung masih ada bangku kosong. Untung para lelaki yang berdiri masih betah untuk terus berada di posisi awal. Dan untung mbak di samping lele turun tidak jauh dari tempat kami naik. TARAAM. Kami pun bisa duduk sepasang. Meneruskan cerita lele akan sambelnya dan saya dengan durennya . Selanjutnya kami turun di kali balok, By Pass Sukarno-Hatta. Meneruskan petualangan menuju rumah masing- masing yang akan kami ceritakan kembali besok pagi. Entah bosan atau tidak, kami selalu begitu. Tapi untuk menunggu sendirian selama hampir 2jam sepertinya saya tak ragu untuk berteriak BOSAN, BT!!!!. Rupanya untung saya memang benar- benar habis terpakai di bis tadi. Sekarang sudah adzan maghrib, dan saya tidak menyimpan satu pun untung di kantong saya. Yang saya punya hanya keyakinan bahwa saya pasti pulang. Selanjutnya, menit- menit menuju pukul 18.30 hanya saya isi dengan memaksa diri memahami percakapan ibu dan anak di samping saya. Sebagai wong jowo aseli, cukup mblinger rupanya mendengar mereka selalu mengucapkan kumaha2, iye2 dan kawan- kawannya. Yang saya mengerti cuma secimit. Kurang lebih begini maksudnya..
“coba neng, kamu telpon lagi si Darma.”
“Sudah, tapi nggak diangkat dari tadi..”
PAS, selebihnya saya tidak tahu. Bosan duduk di kursi kayu, saya memilih masuk di salah satu counter yang masih buka. Kebetulan (sepertinya bukan untung) mas yang jaga counter enak di ajak ngobrol. Jadi sambil menunggu pulsa masuk, saya bisa melemaskan punggung saya sebentar.LUMAYAN
Entah kapan perginya, ibu-anak dan angkot tanjung bintang yang tadi kosong sudah lenyap. Menyesal telah buru- buru kembali ke pangkalan angkot rupanya sempat menyelinap.
Sedikit males untuk kembali ke counter tadi maka saya memilih duduk sendiri. Seperti musafir terdampar di pulau baru, saya selalu memutar biji mata mengikuti laju tiap motor Suzuki smash biru yang lewat di depan saya. Takut- takut saudara saya yang akan menjemput tidak tahu “di sini” masih ada orang.
Saya semakin kelabakan. Seorang bapak berumur 40 tahunan mendekati pelan tapi pasti. Saya lihat kiri kanan. Cuma saya, bapak itu, mas penjaga counter, dan mas penjaga bakso. Hanya itu orang- orang yang mungkin bakal mendengar jika saya berteriak. Sedangkan lima orang yang berkumpul di warung rokok seberang tengah melongok kompak ke hadapan televisi yang menggelegar seperti orkes keliling. Saya terus mencoba mensugesti diri dengan hal- hal yang positive. Mencoba mengingat hal- hal yang dilakukan jerry bila Tom sudah mulai lapar. Lucu. Tidak hanya jerry yang lucu. Bapak itu juga lucu. Setelah mewawancarai saya dengan pertanyaan retorik, sang bapak pergi tiba- tiba tanpa pesan. Menggeber motornya kuat2 sehingga saya jadi lebih mirip orang jualan sate, ANEH.
Akhirnya Sunday morningnya maroon five yang saya nantikan terdengar juga. Dengan sumringah, message singkat itu saya baca.
“Tunggu sebntr lagi. Msh t4 tmen”
DUBRAKK.Langsung saya replay..
“cepetan. kalibalok udh sepi.
“ya”
Singkat tapi cukup menjelaskan diamnya saya selama 30 menit perjalanan. Ketika motor melaju di depan pabrik Bratasena yang wangi terasi saya hanya merasa gerah. Terbakar bete sendirian.:)
Saya tidaklah cekatan, tapi setidaknya saya masih punya tiga untung. Untung masih ada bangku kosong. Untung para lelaki yang berdiri masih betah untuk terus berada di posisi awal. Dan untung mbak di samping lele turun tidak jauh dari tempat kami naik. TARAAM. Kami pun bisa duduk sepasang. Meneruskan cerita lele akan sambelnya dan saya dengan durennya . Selanjutnya kami turun di kali balok, By Pass Sukarno-Hatta. Meneruskan petualangan menuju rumah masing- masing yang akan kami ceritakan kembali besok pagi. Entah bosan atau tidak, kami selalu begitu. Tapi untuk menunggu sendirian selama hampir 2jam sepertinya saya tak ragu untuk berteriak BOSAN, BT!!!!. Rupanya untung saya memang benar- benar habis terpakai di bis tadi. Sekarang sudah adzan maghrib, dan saya tidak menyimpan satu pun untung di kantong saya. Yang saya punya hanya keyakinan bahwa saya pasti pulang. Selanjutnya, menit- menit menuju pukul 18.30 hanya saya isi dengan memaksa diri memahami percakapan ibu dan anak di samping saya. Sebagai wong jowo aseli, cukup mblinger rupanya mendengar mereka selalu mengucapkan kumaha2, iye2 dan kawan- kawannya. Yang saya mengerti cuma secimit. Kurang lebih begini maksudnya..
“coba neng, kamu telpon lagi si Darma.”
“Sudah, tapi nggak diangkat dari tadi..”
PAS, selebihnya saya tidak tahu. Bosan duduk di kursi kayu, saya memilih masuk di salah satu counter yang masih buka. Kebetulan (sepertinya bukan untung) mas yang jaga counter enak di ajak ngobrol. Jadi sambil menunggu pulsa masuk, saya bisa melemaskan punggung saya sebentar.LUMAYAN
Entah kapan perginya, ibu-anak dan angkot tanjung bintang yang tadi kosong sudah lenyap. Menyesal telah buru- buru kembali ke pangkalan angkot rupanya sempat menyelinap.
Sedikit males untuk kembali ke counter tadi maka saya memilih duduk sendiri. Seperti musafir terdampar di pulau baru, saya selalu memutar biji mata mengikuti laju tiap motor Suzuki smash biru yang lewat di depan saya. Takut- takut saudara saya yang akan menjemput tidak tahu “di sini” masih ada orang.
Saya semakin kelabakan. Seorang bapak berumur 40 tahunan mendekati pelan tapi pasti. Saya lihat kiri kanan. Cuma saya, bapak itu, mas penjaga counter, dan mas penjaga bakso. Hanya itu orang- orang yang mungkin bakal mendengar jika saya berteriak. Sedangkan lima orang yang berkumpul di warung rokok seberang tengah melongok kompak ke hadapan televisi yang menggelegar seperti orkes keliling. Saya terus mencoba mensugesti diri dengan hal- hal yang positive. Mencoba mengingat hal- hal yang dilakukan jerry bila Tom sudah mulai lapar. Lucu. Tidak hanya jerry yang lucu. Bapak itu juga lucu. Setelah mewawancarai saya dengan pertanyaan retorik, sang bapak pergi tiba- tiba tanpa pesan. Menggeber motornya kuat2 sehingga saya jadi lebih mirip orang jualan sate, ANEH.
Akhirnya Sunday morningnya maroon five yang saya nantikan terdengar juga. Dengan sumringah, message singkat itu saya baca.
“Tunggu sebntr lagi. Msh t4 tmen”
DUBRAKK.Langsung saya replay..
“cepetan. kalibalok udh sepi.
“ya”
Singkat tapi cukup menjelaskan diamnya saya selama 30 menit perjalanan. Ketika motor melaju di depan pabrik Bratasena yang wangi terasi saya hanya merasa gerah. Terbakar bete sendirian.:)
Minggu, 06 Januari 2008
Blog kedua..
Ini kali kedua saya nyemplung di dunia para blogger,Ngikut nya saya kali ini lebih karna tugas dari Mr.Tusi (Dosen Sistem Informasi saya). Meskipun begitu, saya tidak menilai ini sebagai suatu beban baru, toh saya juga masih penasaran untuk terus belajar menyajikan blog yang Mak Nyoss…:0Yang kedua belum tentu lebih baik dari yang pertama, tapi ndak ada salahnya tho
berusaha lebih baik di waktu yang kedua..
Pertama,
Rasa penasaran menjalari mulut saya, memaksa untuk terus meracau pada kakak2 teknokra (tempat saya belajar banyak hal) tentang apa itu blog..
Bersama Sri, Mastur (teman angkatan saya berproses di Teknokra) juga Kak Yudi (sekarang alumni Teknokra) yang bertindak sebagai instruktur, kami menjelajahi blog2 para blogger. Setelah mendapat sedikit gambaran, saya pun mulai meregister diri menjadi theddews.blogspot.com yang sederhana. Awal yang kemudian menjadi pengantar untuk semangat posting selanjutnya.
Tapi, karena file password dalam ingatan saya terkena virus lupa, cerita yang sudah terangkai hanya menjadi penghuni tetap Flash disk coklat saya. Bahkan sampai sekarang..
Kedua,
Senin, 08:30
Waktu terus berlari menandingi laju angkot yang selalu berhenti di tiap gang. Memburu penumpang. Sambil sesekali melirik pelan ke jam tangan di pergelangan tangan kiri, saya hanya bisa menghela nafas melihat yang ditunggu malah berjalan santai keluar dari gang. Ayo geh mbak..telat niyh.
"Dew, gak usah ke kampus.langsung aja ke Cyber.kelompok kita udah disini semua."
Short Message Service dari Yusi ,teman saya yang lebih suka dipanggil yunda. Untung saya segera menyadari sms tersebut sebelum sampai di kampus. Kalo Nggak, jero’ juga balik lagi ke depan simpang unila.
Sampai di tempat, rupanya tidak sulit mencari keberadaan teman2 saya. Segera saya bisa melihat mereka di depan pintu masuk. Klop berpasangan satu sama lain.hehehe,siapa yang bakal saya ganggu niyh…
Akhirnya saya bergabung dengan Ncuz dan rahmat. Dibantu oleh mereka, saya mendaftarkan kembali menjadi NdewSo.blogspot.com. Tentunya dengan banyak harapan saya tak menjadi Ndeso bin Ndesit nantinya.
Langganan:
Postingan (Atom)